Selasa, 17 September 2019

#3 Kakakku dilarang baca ini.


Aku kala itu adalah anak pintar menurut definisiku sendiri. Aku sudah bisa mandi sendiri. Makan-makan sendiri. Walaupun nyuci baju sendiri baru sebatas dalam permainan barbie.

Di rumah yang aku tinggali ini, rumah nenek dari pihak ayahku. Ada bak mandi yang besar sekali untuk ukuran anak kecil seumurku

Dan bagi bangsa semut, mungkin salah satu provinsi kepulauan di negara mereka.



Lanjut ke bak mandi itu, sering kali membuatku tergoda untuk nyebur yang menurut imajinasiku bagaikan kolam tanding di gelanggang renang ancol itu.

Hingga suatu hari di musim panas, yang merupakan waktu bermain yang asyik

Bak itu bagaikan memanggil namaku, memohon untuk dimasuki kedalamnya
Hatiku bergejolak.
Birahiku meninggi, dan oh... Entah mengapa, rasanya saat menuliskan ini, seperti dalam adegan .

Tak tahan, Aku pun nyebur, kebetulan air bak mandinya terisi penuh
Aku berendam dengan anggunnya, berkhayal pula seperti bintang iklan lux
Jika ada orang yang seperti memasuki area kamar mandi, aku akan berpura-pura sedang mengguyur.
Oh tentu saja aku hebat soal itu.

Tiba-tiba aku merasa ingin pipis, aku buru-buru keluar dari bak mandi. Mudah2n tidak keluar pipisku disitu biarpun hanya beberapa tetes.
Ini harapanku.


Malam harinya, sebelum tidur aku melihat kakakku menggosok gigi. Ia berkumur-kumur dengan air di bak yang sebelumnya aku buat berenang. Aku pun teringat akan perihal pipisku, dan tidak sengaja berteriak. Kakakku kaget dan keselek.


Bekas rendaman kakiku, bahkan seluruh badanku mungkin cairan di tubuhku, terminum olehnya.

Kak, selamat kamu telah jadi kakak yang berbakti!